Rabu, 29 Agustus 2018

Seni Hadrah Al Banjari

SENI HADRAH AL BANJARI



Seni hadrah al-banjari pada masakini tidaklah asing bagi para pemuda islam, khususnya di jawa timur, bahkan tiap se-minggu sekali acara festival rebana shalawat al-banjari diadakan di tempat-tempat yang berbeda di jawa timur, maka bermunculan lah grub-grub rebana/hadrah shalawat al-banjari yang jika di kalkulasi banyaknya mencapai 150 an grub shalawat di jawa timur, inilah kebangkitan kesadaran para pemuda nahdliyyin untuk bershalawat kepada nabi muhammad SAW.
dan yang paling masyhur sekarang adalah ahbabul mushtofa grub dari al-habib syech bin abdul qodir assegaf. maka dengan ini saya membahas bagaimana sih sejarah dari hadrah al-banjari ini,sehingga masyhur dan tetap dilestarikan sampai sekarang

.


1. Hadrah merupakan bentuk manifestasi kecintaan manusia kepada Allah dan Rasulullah saw lewat seni.
Hadrah awal mula diperkenalkan oleh seorang Sufi besar, Jalaluddin Rumi.  Rumi adalah Rum atau Romawi, tepatnya di Konya Turki,  tempat beliau  mengajar santrinya sehari-hari. Dan di kota itu pulalah beliau bertemu dengan guru Sufi beliau Syamsi Tabriz.
           Di Indonesia, hadrah tersebar luas di pelosok negri. Dan masing-masing tempat memiliki corak dan kekhasannya sendiri. Ada Hadrah Madura, Hadrah al-Banjari, Hadrah Basaudan, Hadrah Langitan,   Hadrah Ishari, dll.    Hadrah al-Banjari merupakan kesenian khas islami yang berasal dari daerah Kalimantan. Irama nadanya yang unik dan eksotik membuat kesenian ini sangat diminati oleh masyarakat Indonesia hingga sekarang, baik dari kalangan anak muda maupun orang tua, kalangan santri sampai para musisi, bahkan sampai ke kalangan eksekutif muda, Kesenian Rebana/Hadrah Al-Banjari masih mempunyai keterkaitan sejarah pada masa penyebaran agama Islam oleh Wali songo di Pulau Jawa, Tidak bisa dipungkiri di dalam sejarah bahwa dengan kesenian-lah Wali Songo mampu mengIslamkan hampir seluruh penduduk Pulau Jawa. Jadi tidak heran jika para habaib jaman sekarang membudayakan kesenian rebana dalam mengiringi dakwahnya, dan hasilnya ?? puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang berduyun-duyun datang ke majelisnya.

     Keunikan Rebana Al-Banjari yaitu pada saat memainkannya, dimana setiap pukulan pemain yang satu berbeda dengan pukulan pemain yang lain namun serasi & saling melengkapi, sehingga menghasilkn kesatuan musik yang padu .

      Semuanya itu merupakan  pujian kepada  Sang Pencipta dan bershalawat pada junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad saw.

2.  Seni terbang Al-Banjari adalah sebuah kesenian khas islami yang berasal dari Kalimantan. Iramanya yang menghentak, rancak dan variatif membuat kesenian ini masih banyak digandrungi oleh pemuda-pemudi hingga sekarang. Seni jenis ini bisa disebut pula aset atau ekskul terbaik di pondok-pondok pesantren Salafiyah. Sampai detik ini seni hadrah yang berasal dari kota Banjar ini bisa dibilang paling konsisten dan paling banyak diminati oleh kalangan santri, bahkan saat ini di beberapa kampus mulai ikut menyemarakkan jenis musik ini.

Hadrah Al-Banjari masih merupakan jenis musik rebana yang mempunyai keterkaitan sejarah pada masa penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga, Jawa. Karena perkembangannya yang menarik, kesenian ini seringkali digelar dalam acara-acara seperti maulid nabi, isra’ mi’raj atau hajatan semacam sunatan dan pernikahan. Alat rebananya sendiri berasal dari daerah Timur Tengah dan dipakai untuk acara kesenian. Kemudian alat musik ini semakin meluas perkembangannya hingga ke Indonesia, mengalami penyesuaian dengan musik-musik tradisional baik seni lagu yang dibawakan maupun alat musik yang dimainkan. Demikian pula musik gambus, kasidah dan hadroh adalah termasuk jenis kesenian yang sering menggunakan rebana.

Keunikan musik rebana termasuk banjari adalah hanya terdapat satu alat musik yaitu rebana yang dimainkan dengan cara dipukul secara langsung oleh tangan pemain tanpa menggunakan alat pemukul. Musik ini dapat dimainkan oleh siapapun untuk mengiringi nyanyian dzikir atau sholawat yang bertemakan pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial budaya. Umumnya menggunakan bahasa Arab, tapi belakangan banyak yang mengadopsi bahasa lokal untuk kresenian ini.
Jadi, sebagai generasi penerus kita harusnya berbangga hati karena dapat menjaga apa yang telah di ajarkan oleh nabi sebelumnya. Akhirnya, mari kita bersama melestarikan kesenian islami ini. Toh nabi juga tidak pernah melarang ‘seni’. Kita jadikan rebana ini sebagai wahana untuk menggapai cinta-Nya serta meraih syafaatnya sehingga kelak menjadi ummat yang selamat.
 Ekstrakulikuler Al-Banjari di Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri adalah wadah untuk mengembangkan bakat dan minat bagi para santri khususnya di bidang seni, seperti seni hadrah, seni vocal dan sebagainya.

Diposting Pada tanggal 29 Agustus 2018
Lokasi : Jl. KHR. Moch Rosyid No.29 Kendal Sumbertlaseh Dander Bojonegoro

Syi'ir Sejarah Al Muniri


Semoga dengan diciptaknya syi'ir tersebut seluruh Santri Pondok Pesanteren Nurul Islam Al Muniri dengan mudah mengafal akan sejarah Pondok Pesanteren Nurul Islam Al Muniri

Senin, 27 Agustus 2018

KBM Madin Nurul Islam Al Muniri

Kegiatan Belajar Mengajar ( KBM )
Madrasah Diniyah " Nurul Islam Al Muniri "
" Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri "
Kendal/Sumbertlaseh Dander Bojonegoro

Madrasah Diniyah merupakan sekolah nonformal yang bertaraf islami, hari efektif pada sekolah ini diisi dari Malam Sabtu, Malam Ahad, Malam Senin, Malam Rabo, Malam Kamis, sedangkan pada Malam Jum'at pada Madrasah Diniyah diliburkan, untuk awal pembukaannya Madrasah ini menargetkan agar semua kelas terisi semua baik itu dari kelas 1 Ula Sampai dengan 3 Wustho sehingga dalam penyeleksian santri yang masuk di kelas-kelas ini harus di tes dahulu demi menentukan kelayakaan santri tersebut harus di tempatkan kelas-kelas tepat sesuai dengan ilmu dan pengetahuan yang santri ketahui.


 Madrasah Diniyah dalam kegiatan pembelajarannya disini ditempatkan bersama Gedung yang telah Madrasah Diniyah Nurul Islam Al Muniri, akan tetapi untuk sebagian kelas di tempatkan di Mushola Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri, kegiatan pembelajarannya dilaksanakan pada Malam hari yaitu jam 19.45 WIB sampai jam 22.00 WIB. 

Dalam kegiatan pembelajaran pada tiap kelas ini sangatlah menarik perhatian bagi siapa saja yang mengunjungi, pasalnya pembelajaran yang diisi disini adalah semuanya adalah pembelajaran tentang Agama Islam semua mulai dari kelas 1 Ula sampai kelas 3 Ula. Pada kelas 1 Ula diisi tentang hafalan tentang sholat, hafalan yang terjadi kelas ini ditekankan agar siswa fasih dan dengan Belajar Membaca dan Menulis Arab Pegon Akan tetapi Untuk Kelas 2 Ula di tekankan hafalan - hafalan Seperti hafalan Amtsilah Tasrifiyah, Nadhom Aqidatul Awam, Nadhom Hidayatussibyan Dll. Sedangkan tingkat Wustho di tekankan auntuk bisa membaca dan memahami kitab kuning ( Kitab Arab Gundul )
Kitab Kuning ( Kitab Arab gundul ) secara luas bisa kita definisikan seluruh buku teks yang ditulis dengan huruf dan bahasa Arab, seringnya tanpa baris. Jika kita persempit, maka tema kitab Arab gundul adalah tema-tema keislaman, berupa tafsir, hadits, fiqih, ushul fiqih, ulumul hadits, ulumul qur’an, bahasa, sejarah Islam, dan yang semisalnya.
Secara ringkas, ada 4 langkah yang harus kita tempuh untuk bisa membaca dan memahami kitab Arab gundul secara baik dan benar, yaitu:
1. Menguasai ilmu sharaf
Ilmu sharaf adalah ilmu yang mempelajari perubahan bentuk-bentuk kata mengikuti pola-pola yang ada. Pembahasan dalam ilmu sharaf adalah tentang bentuk kata, dan tidak ada hubungannya dengan kalimat.
Yang dibahas dalam ilmu sharaf misalnya adalah perubahan kata  كتب (kataba), menjadi كتاب (kitaabun), atau كاتب (kaatibun), atau يكتب (yaktubu), atau كتب (kutiba), dan lain-lain. Perubahan bentuk kata ini menyebabkan perubahan makna.
2. Menguasai ilmu nahwu
Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari perubahan harakat (baris) akhir suatu kata, dan posisi kata tersebut dalam sebuah kalimat sekaligus konsekuensi dari posisi tersebut.
Misalnya, sebuah kalimat:
قرأ أحمد القرآنArtinya: “Ahmad telah membaca al-Qur’an.”
Dari kalimat di atas, yang dipelajari dalam ilmu nahwu adalah apa posisi kata قرأ dalam kalimat dan apa konsekuensinya, apa posisi kata أحمد dalam kalimat dan apa konsekuensinya, dan apa posisi kata القرآن dalam kalimat dan apa konsekuensinya. Salah satu konsekuensi dari perbedaan posisi kata dalam kalimat adalah perubahan baris akhir dari kata tersebut. Misal huruf ن –sebagai huruf terakhir– dari kata القرآن, apakah ia fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, sangat tergantung dari posisi kata القرآن dalam kalimat di atas. Inilah yang dipelajari dalam ilmu nahwu.
3. Menghafal kosakata bahasa Arab sebanyak mungkin
Menguasai ilmu sharaf dan ilmu nahwu tanpa menguasai kosakata, sama saja memiliki pistol tanpa peluru, tetap tak bisa digunakan untuk menembak.
4. Memahami dasar-dasar keilmuan yang dibahas oleh kitab Arab gundul tersebut
Misal, jika kita ingin benar-benar memahami kitab fiqih, maka selain kemampuan memahami teks bahasa Arab, kita juga perlu menguasai dasar-dasar ilmu fiqih. Demikian juga untuk ilmu-ilmu lainnya.
Contoh AplikasiSilakan perhatikan contoh teks Arab gundul berikut ini:
تطويل القراءة في الركعة الثانية على الأولىArtinya: “Memanjangkan bacaan di rakaat kedua lebih dari rakaat pertama.”
Teks di atas merupakan bagian pembahasan hal-hal yang dimakruhkan saat shalat, yang saya kutip dari kitab موسوعة الفقه الإسلامي والقضايا المعاصرة Juz 1 hal 798 karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili.
Untuk bisa membaca kata تطويل dengan benar, huruf ت barisnya fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, demikian juga huruf طو, dan ي, kita perlu ilmu sharaf.  Sedangkan untuk mengetahui baris dari huruf ل di kata تطويل ini, kita perlu ilmu nahwu. Kita juga perlu ilmu nahwu untuk mengetahui posisi kata تطويل ini dalam kalimat di atas, sekaligus konsekuensi dari posisi tersebut.
Berikutnya, jelas kita harus tahu dulu, apa terjemah Indonesianya kata تطويل di atas dan kata-kata lain yang menyusun kalimat di atas. Sampai di titik ini, kita sebenarnya sudah bisa membaca dan menerjemahkan teks di atas dengan baik.
Namun, ada satu hal lagi yang kita perlu kuasai, yaitu dasar-dasar ilmu fiqih, agar teks di atas yang sudah bisa kita terjemahkan benar-benar kita pahami maknanya. Misal, apa yang dimaksud dengan kata القراءة (al-qiraah) di atas, terjemah bahasa Indonesianya adalah ‘bacaan’, namun apa yang dimaksud dengan bacaan tersebut. Nah, dengan memahami fiqih shalat, kita akan mengerti maksud ‘bacaan’ di atas adalah bacaan surah setelah surah al-Fatihah.




Rapat Program Kerja Tahunan

RAPAT PROGRAM KERJA TAHUNAN
PENGURUS PONDOK PESANTREN NURUL ISLAM AL MUNIRI
Kendal/Sumbertlaseh Dander Bojonegoro

PKT 2018/2019, 10 Juni 2018, Rapat program kerja tahunan Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri Kendal/Sumbertlaseh Dander Bojonegoro.
untuk menyambut tahun ajaran 2018/2019 lebih baik pengurus Pondok Pesantren Al Hasanah mengadakan rapat program kerja tahunan, yang diawali dengan pengarahan dari Bapak Pimpinan KH. AHMAD SHOFIYUDDIN dan dilanjutkan Evaluasi kegiatan perbagian.
Setelah evaluasi kegiatan selama satu tahun setiap bagian secara bersama – sama dilanjutkan dengan kumpul perbagian untuk merencanakan kegiatan santri selama satu tahun untuk tahun ajaran 2018/2019.
Kegiatan ini diakhiri dengan Persentasi setiap bagian didepan semua peserta rapat, semoga tujuan yang baik ini bisa menghasilkan peserta didik yang lebih baik di tahun ajaran 2018/2019 nanti aamiin.

Kunjungan Syekh Dr. Muhammad Bin Ali Ba'athiyah Hafidzulloh Rektor Universitas Al Imam Syafi'i Mukalla Hadromaut Yaman

Kunjungan Syekh Dr. Muhammad Bin Ali Ba'athiyah Hafidzulloh
Rektor Universitas Al Imam Syafi'i Mukalla Hadromaut Yaman
di Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri
Kendal/Sumbertlaseh Dander Bojonegoro

Alhamdulillah tepatnya pada Hari Senin 20 Agustus 2018, Pondok Pesantren kita kedatangan tamu dari negara YAMAN Yaitu Asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah ( Rektor Universitas Al Imam Syafi'i Mukalla Hadromaut Yaman ) semoga kedatanganya  membawa berkah untuk Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri Tercinta Ini

Asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah adalah seorang ulama berkebangsaan Hadhramaut, Yaman. Beliau adalah seorang pakar fiqih madzhab asy-Syafi’i dan sekarang menjadi rektor Universitas al-Imam asy-Syafi’I di Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Kelahiran Beliau
Beliau lahir pada bulan Rabiul Awwal tahun 1380 H atau 1960 M di desa Qam Ba Hakim, Wadi Du’an al-Ayman, Hadhramaut, Yaman. Ayahandanya berasal dari desa Khudaisi, Wadi Du’an al-Ayman. Dikisahkan sekitar sebulan sebelum asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah lahir, pintu rumah ayahandanya diketuk sejumlah orang yang dikenal kebaikannya. Mereka berkata, “Selamat dengan Muhammad yang datang.” Maka ayahanda beliau berkata kepada mereka, “Istriku belum melahirkan.” Mereka tersenyum kemudian pergi. Mungkin inilah yang menjadi pendorong sang ayah memberikan nama “Muhammad”.
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah adalah seseorang berdarah Yaman dimana penduduk negeri Yaman sangat terkenal akan kelembutan hatinya dan kepandaiannya dalam fiqih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mengenai penduduk Yaman:
أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً وَأَلْيَنُ قُلُوبًا الإِيمَانُ يَمَانٍ (وَالْفِقْهُ يَمَانٍ) وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ .
“Telah datang kepada kalian orang-orang Yaman, mereka yang paling lembut hatinya dan paling halus jiwanya. Iman itu Yaman, fiqih itu Yaman dan hikmah itu Yaman.”[1]
Masa Kecil
Di masa kanak-kanak, perkembangan asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah jauh dari perkembangan teman-teman sebayanya. Ketika usianya mencapai usia tamyiz, ayahnya pergi melakukan perjalanan, sehingga ia kemudian diasuh oleh ibundanya.
Sebelum berusia enam tahun, ia dibawa sang ibu ke Ma‘lamah al-Qarn. Di sana ia belajar membaca, menulis, dan al-Qur’an. Di usia sangat belia itu, ikatannya dengan ahlul bait telah sangat kuat, karena di desanya tinggal seorang quthb yang bersinar, al-Habib Shalih bin Abdullah al-Atthas, dan dua orang saudaranya, al-Habib Muhammad dan Habib Aqil. Syaikh Muhammad kecil selalu pergi ke tempat beliau dan duduk di sisinya satu atau dua jam untuk mendapatkan keberkahan dan doanya. Habib Shalih pun sangat mencintainya. Hal ini menumbuhkan dalam hatinya rasa cinta kepada ahlul bait sejak usia sangat muda.
Sejak kecil hatinya juga telah sangat terkait dengan rumah-rumah Allah. Di usia tujuh hingga delapan tahun, ia senantiasa pergi ke masjid. Saat itu pula ia mulai memasuki madrasah Ba Shadiq al-Jufri di Khuraibah, di sana terdapat seorang faqih dan keberkahan kota Du‘an, yakni al-Habib Hamid bin Abdul Hadi al-Jilani, ayahanda al-Habib Umar al-Jilani, yang kini sering berkunjung ke Indonesia. Ia tinggal di sana selama satu tahun, kemudian pindah ke madrasah-madrasah formal dan menimba ilmu di sana.
Guru-Guru Beliau
Pada tahun 1390 H atau 1970 M, saat usianya 10 tahun, sang ayah membawa mereka sekeluarga ke Hijaz. Maka sampailah ia dan keluarganya ke Jeddah di akhir bulan Dzulhijjah. Ia melanjutkan pendidikannya di madrasah-madrasah di kota ini hingga menyelesaikan pendidikan tingginya.
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah mengambil ilmu dari banyak ulama terkemuka. Di antara mereka adalah al-Habib Shalih bin Abdullah al-Atthas rahimahullah. Sejak muda ia telah sangat dekat dengannya dan sangat mencintainya. Di antara gurunya juga adalah al-Habib Abdullah al-Habsyi rahimahullah. Beliaulah guru pertamanya setelah kepindahannya ke Jeddah. Kepadanya ia membaca kitab-kitab fiqih Safinah an-Najah dan Kifayah al-Akhyar. Sedangkan kitab nahwu yang dibacanya kepada beliau adalah al-Kawakib ad-Durriyyah. Ia juga menghadiri pengajian yang beliau sampaikan di masjid dengan pegangan kitab al-Idhah, karya Imam an-Nawawi rahimahullah.
Di masa itu asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah juga berhubungan dengan seorang asy-Syaikh terkemuka, asy-Syaikh Karamah Suhail rahimahullah. Kepadanya ia membaca kitab Safinah an-Najah dan syarahnya Nail ar-Raja’ sebanyak tiga kali. asy-Syaikh Karamah Suhail rahimahullah berkata kepadanya, “Kami membacakan kepadamu kitab-kitab ini, tetapi syarah yang kami berikan kepadamu adalah syarah-syarah kitab al-Minhaj.” Kemudian beliau membaca kepadanya pembukaan kitab al-Minhaj. Setelah itu sang guru menyuruhnya untuk membaca kitab ‘Umdatus Salik.
Di antara gurunya juga seorang asy-Syaikh yang mencintai ahlul bait, asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bakhubairah rahimahullah. Gurunya ini sangat mencintainya. Kepadanya asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah membaca kitab Bidayah al-Hidayah karya Imam al-Ghazali rahimahullah dan mendapatkan ijazah darinya.
Gurunya yang lain adalah seorang yang sangat tawadhu‘, al-Habib Abdurrahman bin Ahmad al-Kaf rahimahullah. asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah sangat sering menyertainya, terutama di masa Krisis Teluk. Kepadanya ia membaca kitab Dhau’u al-Mishbah Syarh Zaitunah al-Ilqah. Juga membaca sebagian dari kitab al-Minhaj. Lalu kitab Sullam at-Taysir, sebelum kitab itu diterbitkan.
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah juga berguru kepada al-Habib Abu Bakar Attas bin Abdullah al-Habsyi rahimahullah. Ia membaca kitab Riyadh ash-Shalihin dan mendapatkan ijazah darinya. Ia pun belajar kepada al-Habib Ahmad bin Alwi al-Habsyi rahimahullah dan membaca kitab fiqih dan nahwu kepadanya. Masih banyak lagi gurunya yang lain, baik dari kalangan habaib maupun yang lainnya.
Sebagaimana ia menuntut ilmu sejak kecil dengan penuh semangat dan ke­sungguhan, demikian pula halnya dalam mengajar. Sebelum mencapai usia dua puluh tahun, ia telah mengajar di masjid-masjid mengenai ilmu tajwid, hadits, fiqih, faraidh, nahwu, dan ilmu kalam. Dan ini terus berlangsung hingga sekarang, atas perintah para gurunya. Ratusan orang telah belajar kepadanya me­ngenai al-Qur’an dan ilmu-ilmu syari’at. Sebagian di antara mereka telah hafal al-Qur’an. Sebagian lagi ada yang kemudian mengkhususkan diri dalam mendalami ilmu-ilmu syari’at dan ilmu-ilmu lainnya.
Akidah Beliau
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah adalah seorang yang berakidah Asy’ariyyah. Asy’ariyyah adalah kelompok yang menyandarkan pemikiran theologinya kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah. al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah sendiri telah melewati tiga fase pemikiran theologi dalam hidupnya. Secara ringkas adalah fase Muktazilah kemudian mengikuti Ibnu Kilab kemudian mengikuti Ahlus Sunnah pimpinannya al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah telah menegaskan sikap yang terakhir ini dalam kitabnya yang tiga yaitu Risalah kepada penduduk Tsar, Maqalat Islamiyah dan al-Ibanah. Barangsiapa yang mengikuti al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah dengan fase ini, maka dia sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam banyak pernyataan. Barangsiapa yang komitmen dengan fase kedua, maka dia telah menyalahi al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah itu sendiri. Dan menyalahi Ahlus Sunnah dalam banyak pernyataannya.
asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan:
والمتأخرون الذين ينتسبون إلى أبي الحسن الأشعري ، أخذوا بالمرحلة الثانية من مراحل عقيدته ، والتزموا طريق التأويل في عامة الصفات ، ولم يثبتوا إلا الصفات السبع المذكورة في هذا البيت : حي عليم قدير والكلام له إرادة وكذا السمع والبصر على خلاف بينهم وبين أهل السنة في كيفية إثباتها .
“Ulama muta’akhirin yang menyandarkan kepada Abu Hasan al-Asy’ari mengambil pada fase ke dua diantara fase akidahnya. Dan mereka konsisten dengan jalan takwil dalam kebanyakan sifat (Allah). Mereka tidak menetapkan kecuali tujuh sifat yang disebutkan dalam syair ini: ‘Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Mampu, Berbicara, dan Dia berkehendak, begitu juga Mendengar dan melihat.’ Sesuai dengan perbedaan diantara mereka dengan Ahlus Sunnah dalam cara menetapkannya.”[2]
Karena hal ini, maka dalam mengambil ilmu dari asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah beliau yang berakidah Asy’ariyyah maka perlu diperhatikan dan dipilah mana yang sesuai dengan Ahlus Sunnah dan mana yang menyimpang dari Ahlus Sunnah khususnya dalam masalah ilmu ushul dan akidah. Demikianlah biografi ringkas dari asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga beliau serta memberikan beliau hidayah sunnah.





Madrasah Diniyah Nurul Islam Al-Muniri Gelar Taftisyul Kutub

Dokumentasi : Tim Media Madin Nurul Islam Al-Muniri Ahad, 2 Juni 2024 - Madrasah Diniyah Nurul Islam Al-Muniri menyelenggarakan acara Taftis...