Di Desa Pelem, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, hiduplah seorang santri bernama Ahmad. Ayah Ahmad adalah sosok yang keras kepala dan enggan melaksanakan ibadah sholat meskipun keluarganya menganjurkannya untuk melakukannya. Suatu hari, Ahmad pulang ke rumah setelah menyelesaikan tahap pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Islam Al Muniri yang dipimpin oleh Romo Yai Masluchan Sholih. Ahmad membawa pulang baju bekas dari Romo Yai tersebut. Baju itu memiliki keistimewaan tersendiri bagi Ahmad, karena Romo Yai Masluchan Sholih adalah seorang yang sangat dihormati dan dijadikan panutan dalam hidupnya.
Ketika
ayah Ahmad melihat baju bekas Romo Yai Masluchan Sholih, ia merasa tertarik dan
memutuskan untuk mencobanya. Tanpa disangka, sejak saat itu, ayah Ahmad sering
mengalami mimpi yang menggambarkan Romo Yai Masluchan Sholih memerintahkan
untuk melaksanakan sholat. Mimpi tersebut terjadi berulang kali dan semakin
kuat menyeruak ke dalam pikiran ayah Ahmad. Mimpi-mimpi itu membuat ayah Ahmad
terus teringat akan pesan-pesan Romo Yai Masluchan Sholih tentang pentingnya
menjalankan ibadah sholat sebagai kewajiban seorang Muslim. Dia merasakan
panggilan yang kuat dari dalam hatinya untuk mengubah sikapnya dan melaksanakan
sholat dengan penuh keikhlasan. Seiring berjalannya waktu, pengaruh baju bekas
Romo Yai Masluchan Sholih dan mimpi-mimpi yang mendorongnya untuk sholat, ayah
Ahmad mulai berubah. Ia meninggalkan kebiasaan buruknya dan mulai melaksanakan
sholat secara rutin. Ayah Ahmad menemukan kedamaian dalam ibadah dan merasakan
kehadiran Allah yang memberi kekuatan dan petunjuk dalam hidupnya.
Namun,
takdir berkata lain. Ketika ayah Ahmad mulai menikmati hidup barunya yang penuh
dengan kebaikan dan keberkahan, ia jatuh sakit. Meskipun demikian, ia tidak
pernah melupakan tanggung jawabnya untuk melaksanakan sholat. Bahkan di tengah
rasa sakit yang membelenggu tubuhnya, ia tetap melaksanakan ibadah dengan
sepenuh hati dan khusyuk.
Saat
ajal menjemput, ayah Ahmad dipanggil oleh Sang Pencipta dalam keadaan khusnul
khotimah. Dia pergi dari dunia ini dengan hati yang bersih, menerima keberkahan
yang ia dapatkan setelah memakai baju bekas Romo Yai Masluchan Sholih.
Perjalanan hidupnya yang penuh perubahan dan taubat telah mengantarkannya
kepada kebahagiaan yang abadi.
Kisah
ini menjadi pelajaran bagi Ahmad, sang santri yang berdomisili di Desa Pelem.
Ia merasa terinspirasi oleh perubahan yang dialami oleh ayahnya. Ahmad
berkomitmen untuk mengikuti jejak ayahnya dan melanjutkan perjuangan spiritual
yang telah dimulai oleh Romo Yai Masluchan Sholih. Ia bertekad untuk
melaksanakan sholat dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, serta berbuat baik
dalam kehidupannya sebagai penghormatan kepada ayahnya dan jasa-jasa Romo Yai
Masluchan Sholih.
Pondok
Pesantren Nurul Islam Al Muniri tetap menjadi tempat di mana pengajaran agama
dan nilai-nilai kebaikan ditegakkan dengan kokoh. Kisah ayah Ahmad menjadi
warisan berharga yang menginspirasi para santri untuk selalu mengedepankan
kebaikan, mematuhi ajaran agama, dan menjalani kehidupan dengan khusnul
khotimah seperti yang dicontohkan oleh Romo Yai Masluchan Sholih dan ayah
Ahmad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar